- Home >
- PERKULIAHAN >
- SANAD HADITS
Sabtu, 21 Oktober 2017
BAB
II PEMBAHASAN
1.
SANAD HADITS
Yang dimaksud dengan sanad hadis, atau disebut juga isnad hadis,
ialah penjelasan tentang jalan (rangkaian periwayat) yang menyampaikan kita
kepada materi hadis.[1]
Sanad dari segi bahasa “martafa’a minal ardh”, yaitu bagian bumi
yang menonjol, sesuatu yang berada dihadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit
ketika anda memandangnya dan diartikan juga sebagai sandaran. Bentuk jamaknya
adalah “asnaad”. Segala sesuatu yang yang anda sandarkan kepada yang lain
disebut “musnad” dikatakan “asnad filjaba”, maknanya ‘seseoramg yang mendaki
gunung’. Falansanad, maknanya ‘seseorang menjadi tumpuan’.[2]
Adapun tentang pengertian sanad menurut terminologi, para ahli hadits
memberikan definisi yang beragam, diantaranya: “athoriiqoh almushilatu
ilalmatni” artinya jalan yang menyampaikan kepada matan hadis.
Yakni rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari sumber
primernya. Jalur ini adakalanya disebut sanad, adakalanya karena periwayat
bersandar kepadanyadalam menisbatkan matan kepada sumbernya, dan adakalanya
karena hafidz bertumpu kepada ‘yang menyebutkan sanad’ dalam mengetahui shahih
atau dhaif suatu hadis.[3] Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur
atau perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai orang
yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis) hingga Rasululloh.
Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.[4]
Sebuah hadis dapat memilik beberapa sanad dengan jumlah penutur atau perawi
bervariasi dalam lapisan sanad-nya, lapisan dalam sanad disebut thaqabah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menetukan
derajat hadis tersebut
A.
Isnad, Musnad, dan Musnid
Selain sanad terdapat juga istilah lainnya yang mempunyai kaitanya
erat dengan istilah sanad, seperti, al-isnad, al-musnad, dan al-musnid. Istilah
al-isnad berarti menyandarkan, menegaskan/ mengembalikan ke asal.
Istilah almusnad mempunyai beberapa arti pertama hadis yang
diriwayatkan dan disandarkan kepada seseorang yang membawakannya. Kedua berarti
nama suatu kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan system penyusunan
berdasarkan nama-nama para sahabat rawi hadis seperti kitab Musnad Ahmad.
Ketiga berarti nama bagi hadis yang memenuhi kriteria marfu’ (disandarkan
kepada nabi SAW). Orang yang menerangkan hadis dengan menyebut sanad-nya
dinamakan musnid.
B.
Tinggi-Rendahnya Rangkaian Sanad
Sebagai mana yang diketahuai bahwa suatu hadis sampai kepada kita,
tertulis dalam kitab hadis melalui sanad-sanad. Rangkaian sanad itu berdasarkan
perbedaan tingkat dan keadilan rawi yang dijadikan sanad-nya, ada yang
berderajat tinggi, sedang, dan lemah. Para muhaditsin membagi tingkatan
sanad-nya menjadi tiga yaitu:
a.
Ashahhu Al-Asanid (Sanad-sanad yang lebih shahih)
Penilaian ashahhu al-asanid ini hendaklah secara muqayyad. Artinya
dikhususkan kepada sahabat tertentu atau dikhususkan kepada penduduk daerah
tertentu, contoh: ashahhu al-asanid yang muqayyad adalah:
Sahabat tertentu yaitu:
1)
Ibnu Umar r.a. yaitu yang diriwayatkan oleh malik dari Nafi’ dari
Ibnu ‘Umar r.a.
2)
Abu Huraurah r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri
dari Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a.
Penduduk kota tertentu yaitu:
1)
Kota Mekah yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Uyainah dari Amru bin
Dinar dari Jabir bin Abdullah r.a.
2)
Kota Madinah yaitu diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari
Abidah bin Abi Sofyan dari Abu Hurairah r.a.
b.
Ahsanu Al-Asanid
1)
Hadis yang bersanad lebih rendah tingkatanya daripada yang bersanad
ashahhu al-asanid. Ahsanu al-asanid antara lain bila hadis tersebut bersanad
2)
Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya
(Mu’awiyah bin Haidah)
3)
Amru bin Syu’aib dari ayahnya (syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya
(Muhammad bin Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash)
c.
Adh’afu Al-Asanid
Adalah rangkain sanad yang paling rendah derajatnya. Rangkaian
sanad yang Adh’afu Al-Asanid atau auha al-asanid yaitu:
Yang muqayyad kepada sahabat:
1)
Abu Thalib (Ahli al-Bait) r.a. yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
‘Amru bin Syamir Al-Ju’fi dari Jabir bin Yazid dari Harits Al-A’war dari ‘Ali
bin Abi Thalib r.a.
2)
Abu Hurairah r.a. yaiitu hadis yang diriwayatkan oleh As-Syariyyu
bin Isma’il dari Dawud bin Yazid dari ayahnya (yazid) dari Abu Hurairah r.a.
Yang muqqayad kepada penduduk:
1)
Kota Yaman yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Hafsh bin ‘Umar dari
Al Hakam bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas r.a.
2)
Kota Mesir yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj Ibnu Rusydi dari ayahnya
dari kakeknya dari Qurrah bin Abdurrahman dari setiap orang yang memberikan
hadis kepadanya.
C.
Jenis-Jenis Sanad Hadis
1.
Sanad ‘Aliy
Sanad ‘aliy adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya sedikit jika
dibandingkan dengan sanad yang lain. Sanad ‘aliy dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak adalah sanad yang jumlah rawinya
hingga smpai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad
yang lain.
Sanad ‘aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah
rawinya di dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli
hadis.
2.
Sanad Nazil
Sanad nazil adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak
jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadis dengan snad yang lebih banyak
akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.[5]
Dengan demikian sanad hadis mempunyai kedudukan yang sangat
penting. Sebab utamanya sanad hadis mempunyai kedudukan sangat penting dapat
dilihat dari dua sisi yakni:
i.
Dilihat dari sisi kedudukan hadis dalam kesumberan agama islam
ii.
Dan dilihat dari sisi sejarah hadis.
Dilihat dari sisi yang disebutkan pertama sanad hadis sangat
penting karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Sedang dilihat
dari sisi kedua yang disebutkan sanad hadis sangat penting karena dalam sejarah
(a) pada zaman nabi tidak seluruh hadis tertulis dan (b) sesudah zaman nabi
telah berkembang pemalsuan-pemalsuan hadis.
2.
KEDUDUKAN
SANAD HADIS
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting karena hadis yang
diperoleh/ diriwayatkanakan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Para ahli
hadis sangat berhati-hati dalam menerima suatu hadis, kecuali apabila mengenal
dari siapa perawi hadis tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar dapat
dipercaya. Meminta seorang saksi kepada perawi bukanlah merupakan keharusan dan
hanya merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam menerima hadis. Adapun
meminta seseorang saksi atau menyuruh perawi untuk bersumpah untuk membenarkan
riwayatnya,tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum tentang diterima
atau tidaknya periwayatan hadis.
Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi
secara hati-hati dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya
oleh orang lain. Ali bin Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum yang
meriwayatkannya disumpah.
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting karena hadis yang
diperoleh atau diriwayatkan akan mengikuti yang meriwayatkannya. Dengan sanad
suatu periwayatan hadis, dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak
dan mana hadis yang shahih atau tidak untuk diamalkan. Ibn Hazm mengatakan
bahwa nukilan orang kepercayaandari orang yang dipercaya hingga sampai kepada
Nabi SAW. Dengan adanya sanad para imam ahli hadis dapat membedakan hadis yang
shahih dan hadis yang dhaif dengan cara melihat para perawi hadis tersebut.
ASBAB WURUD AL-HADIS
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ خَيْثَمَةَ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ
ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّارَ فَتَعَوَّذَ
مِنْهَا وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ ثُمَّ ذَكَرَ النَّارَ فَتَعَوَّذَ مِنْهَا
وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ قَالَ شُعْبَةُ أَمَّا مَرَّتَيْنِ فَلَا أَشُكُّ ثُمَّ
قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ
طَيِّبَةٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dia berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Amru dari Khaitsamah dari 'Adi
bin Hatim dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan
tentang neraka, lalu beliau meminta berlindungan darinya sambil mengusap
wajahnya, kemudian beliau menyebutkan tentang neraka lagi lalu meminta
berlindungan darinya sambil mengusap wajahnya." -Syu'bah berkata; saya
tidak ragu beliau melakukannya hingga dua kali- kemudian beliau bersabda:
"Takutlah kalian kepada neraka walau dengan secuil kurma, jika tidak
mendapatkan, hendaknya dengan perkataan yang baik." (H.R Bukhari)
Skema Sanad Hadis Lengkap Tentang Mendahulukan Tangan
3.
KESAHIHAN SANAD HADIS
Ulama telah menciptakan berbagai kaidah dan ilmu (pengetahuan)
hadis. Diantara kaidah yang telah diciptakan oleh ulama adalah kesahihan sanad
hadis, yakni segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad
hadis yang berkualitas sahih.[6] Dengan
demikian, suatu sanad hadis yang tidak memenuhi kelima unsur adalah hadis yang
kualitas sanad-nya tidah shahih berikut pembahasan keempat macam unsur
dimaksud.
1.
Sanad Bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat
dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya;
keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu.[7]
Jadi, seluruh rangkaian periwayat dalam sanad, mulai dari periwayat yang
disandari oleh al-mukharrij (penghimpun riwayat hadis dalam karya
tulisnya) sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang
bersangkutan dari Nabi, bersambung dalam periwayatan.
Untuk mengetahui bersambung (dalam arti musnad) atau tidak
bersambungnya suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh tata-kerja penelitian
berikut:
Mencatat semua nama periwayat dalam sanadyang diteliti;
Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat
Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan
periwayat yang terdekat dalam sanad.
Jadi, suatu sanad hadis barulah dapat dinyatakan bersambung
apabila:
Seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar siqat[8]
(adil dan dabit)
Antara masing-masing periwayat dengan periwayat yang terdekat
sebelumnya dalam sanad itu benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis
secara sah.
2.
Periwayat Bersifat Adil
Kata adil (al-‘adl) memiliki lebih dari satu arti, baik dari segi
bahasa maupun istilah.[9]
Berbagai ulama telah membahas siapa orang yang dinyatakan bersifat adil. Dalam
hal ini bayak ulama berbeda pendapat. Secara umum, ulama telah mengemukakan
cara penetapan keadilan periwayatan hadis yakni berdasarkan:
Popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadis; periwayat
yang terkenal keutamaan pribadinya, misalnya malikibn anas tidak lagi diragukan
keadilannya.
Penilaian dari kritikus
periwayat hadis; penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan dan kekurangan
yang ada pada periwayat hadis.
Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil, cara ini ditempuh bila para
kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat
tertentu.[10]
Jadi, penetapan keadilan periwayat diperlukan kesaksian dari ulama
dalam hal ini ulama ahli kritik periwayat.
3.
Periwayat Bersifat Dabit
Menurut Ibn Hajar al-‘asqalaniy dan al-Sakhawiy, yang dinyatakan
sebagai orang dabit ialah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia
menghendakinya.[11]
Sebagian ulama menyatakan orang yang dabit ialah orang yang mendengarkan
riwayat sebagaimana seharusnya; dia memahaminya dengan pemahaman yang mendetail
kemudian dia hafal secara sempurna dan dia memiliki kemampuan itu sedikitnya
mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai dia menyampaikan riwayat tersebut
kepada orang lain.[12]
Karena bentuk kedabitan para periwayat yang dinyatakan bersifat
dabit tidak sama, maka seharusnya istilah yang digunakan untuk menyifati mereka
dibedakan juga. Perbedaan itu dapat berupa sebagai berikut:
a.
Istilah dabit diperuntukan bagi periwayat yang [1] hafal dengan
sempurna hadis yang diterimanya; [2] mampu menyampaikan dengan baik hadis yang
dihafalnya itu kepada orang lain.
b.
Istilah tamm al-dabt yang bila diindonesiakan dapat dipakai istilah
dabit plus, diperuntukan bagi periwayat yang [1] hafal dengan sempurna hadis
yang diterimanya; [2] mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu
kepada orang lain; [3] paham dengan baik hadis yang dihafalnya.
4.
Terhindar dari Syuzuz ( ke-syaz-an)
Menurut al-syafi’iy suatu hadis yang dinyatakan mengandung syuzuz bila
hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat tersebut bertentangan
dengan hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat[13]
yang bersifat siqat. Hadis baru berkemungkinan mengandung suzuz bila hadis itu
memiliki lebih dari satu sanad dan hadis itu ada yang mengandung pertentangan.
Menurut imam al-hakim al-naysaburiy hadis syaz[14]
ialah hadis yang diriwayatkan oleng seorang periwayat yang siqat tetapi tidak
ada periwayat siqat yang lainnyayang meriwayatkannya.[15]
Barulah dinyatakan syuzuz bila hadis itu diriwayatkan oleh seorang periwayat
saja dan periwayat yang sendiri itu bersifat siqat.
Menurut Abu Ya’la al-khaliliy, hadis
syaz adalah hadis yang sanad-nya hanya satu macam, baik periwayatannya bersifat
bersifat siqat maupun tidak bersifat siqat. Apabila tidak siqat maka hadis itu
ditolak sebagai hujjah, sedang bila periwayatan siqat maka hadis itu dibiarkan
(mutawaqqaf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah.[16]
Ibn al-salah dan al-Nawawiy telah
memilih pengertian hadis syaz yang diberikan oleh al-syafi’iy. Karena
penerapannya tidak sulit. Apabila mengikuti pendapat al=hakim dan al-khaliliy
maka banyak hadis yang mayoritas ulama dianggap shahih menjadi tidak sahih.[17]
Ulama hadis zaman berikutnya
terlihat sejalan dengan pendapat al-syafi’iy. Hal ini logis karena ulama hadis
pada umumnya mengakui syuzuz dan ’illah hadis sangat sulit diteliti. Hanya
mereka yang benar-benar mendalam pengetahuan ilmu hadisnya dan telah terbiasa
meneliti kualitas hadisyang mampu menemukan syuzuz dan ’illah hadis. Sebab
utama kesulitan syuzuz dan’illah hadis ialah keduanya terdapat dalam sanad yang
tampak sahih. Para periwayat hadis itu bersifat siqat dan sanad-sanad-nya
tampak bersambung.
BAB III PENUTUP
Cara Nabi menyampaikan hadis cukup
beragam. Pada zaman nabi tidak semua hadis Nabi dicatat oleh sahabat Nabi.
Periwayatan hadis berlangsung secara lisan. Cara periwayatan yang dilakukan
oleh para sahabat Nabi dan para periwayat yang tidak berstatus sebagai sahabat
Nabi cukup beragam. Dari berbagai cara ulama meneliti periwayatan hadis, ada
yang dinyatakan sah oleh ulama hadis dan ada yang tidak dinyatakan tidak sah.
Dalam periwayatan hadis sanad hadis memiliki kedudukan yang sangat penting.
Karena hadis yang dapat dinyatakan hujah (hujjah) hanyalah hadis yang sanadnya
sahih.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Munzier
Suparta M.A.2010. Ilmu Hadis.Bandung:PT RAJAGRAFINDO PERSADA
ash-Shiddieqy, P. T. (2009). Sejarah
& Pengantar ILMU HADITS. Semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Dr. Sumbulah, M.
(2008). Kritik Hadis. Malang: UIN Malang.
Drs.M.
Solahudin.M.Ag, A. S. (2011). Ulumul Hadis. Jakarta: Pustaka Setia.
Ismail, D. S. (2005). KAIDAH KESAHIHAN SANAD
HADIS. Jakarta: PT Bulan Bintang.
[1] Lihat, al-khatib, Usul
al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musttalahuhu(Beirut: Dar al-Fikr, 1975 M), hlm. 32-33.
[2] Muhammad
‘ajaj Al-Kahthib. Ushul Al-Hadits. Terj. H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq.
Jakarta: Gaya Media Pratama. 2003. Hlm. 13.
[6] Menurut pandangan mayoritas
ulama hadis, syarat kesahihan sanad hadis ada lima macam yakni: [1] sanadnya
bersambung [2] periwayatannya adil [3] periwayatannya dabit [4] tidak terdapat
kejanggalan (syuzuz) [5] tidak terdapat cacat (‘illat). Lebih lanjut, lihat ibn
al-salah,op.cit., hlm10; nur al Din’itr, al-Madkhal, op. cit., hlm 15;
al-nawawiy, al-taqrib li al-nawawiy fann usul al-hadis (kairo:abd al-rahman
Muhammad, [tth]) hlm. 2.
[7] Lihat, Muhammad al-Sabbag, al-Hadis
al-Nabawiy([ttp]: Al-Maktab al-Islamiy, 1392 H = 1972 M), hlm. 162; Subhiy al-Saleih,
‘Ulum al-Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1977 M), hlm.
145
[8]
Istilah siqat pada zaman itu lebih banyak diartikan sebagai kemampuan hafalan
yang sempurna daripada diartikan sebagai gabungan dari istilah ‘adl dan ‘dabt
yang dikenal luas pada zaman berikutnya.
[9] Dalam kamus
bahasa Indonesia, kata adil diartikan sebagai tidak berat sebelah (tidak
memihak). Lebih lanjut lihat, w.j.s poerwardarminita, op.cit. hlm. 16. Kata
adil berasal dari bahasa arab al-‘adl, mempunyai banyak arti salah satunya
lurus (al-istiqomah). Orang yang bersifat adil disebut al-‘adil. kata jamaknya:
al-‘udul. Lebih lanjut lihat, ibn manzur, op.cit. juz XII, hlm. 456-463;
al-fayyumiy, op.cit., juz II, hlm. 470-471.
[11] Lihat,
al-‘asqalaniy, nuz-hat al-nazar, op.cit. hlm.13; al-sakhawiy, fat-h al-Mugis,
op.cit. juz I, hlm. 18.
[13] Pernyataan al syafi’iy tersebut antara lain diriwayatkan
oleh al-hakim dan ibn al-salah.lihat al-hakim ,op.cit. hlm. 119;ibn al-salah,
op.cit. hlm 48.
[14] Menurut bahasa
kata syaz dapat berarti yang jarang, yang menyendiri, yang asing, dan yang
menyalahi orang banyak. Lebih lanjut lihat ibn manzur op.cit. juz V. hlm.
28-29. Al-fayyumiy op.cit. juz I. hlm. 363.; luwis ma’luf, op.cit. hlm. 379.
[17] Lihat ibid. (al-nawawiy; ibn al-salah,
p.cit., hlm.69-71); lihat juga al-iraqiy,op.cit., hlm 100-105.